Pages

Friday, 22 February 2013

Mari Menilai Kesesatan Yang Di Bawa Oleh Nik Aziz !!!


Sayyidah Fathimah as pernah berwasiat; bila ia meninggal, kematiannya jangan diberitahukan kepada orang-orang tertentu, supaya mereka tak mengantarkan jenazahnya. Ia tak ingin ketika diantar ke kuburan, orang-orang itu tampil dalam wujud binatang yang menakutkannya.
Sayyidah Fathimah as ingin kembali kepada Allah swt dalam keadaan tenang. Karena itulah kemudian Imam Ali menguburkan istrinya diam-diam di malam hari dengan beberapa orang kerabat terdekat.
Di alam arwah, ruh setiap orang berwujud sesuai dengan perilakunya di dunia. Dalam kitab Al-Qashâshul ‘Ajîbah, terdapat cerita tentang perwujudan ruh manusia di alam arwah. Alkisah, seorang santri pada sebuah hauzah di Iran pergi mengaji dengan tergesa-gesa.
Karena diburu waktu, ia tak sempat mandi terlebih dahulu padahal ia berada dalam keadaan junub. Ia langsung menemui gurunya untuk belajar. Di Iran, pengajian para santri dilangsungkan di sebuah tempat yang di bawahnya terdapat makam orang-orang salih. Di kota santri Qum, misalnya, makam ‘Allamah Thaba-thaba’i dan Murtadha Muthahhari dijadikan tempat untuk mengaji.
Sang santri yang datang tergesa-gesa itu pun lalu mengikuti pengajian di tempat itu. Tak lama kemudian, gurunya segera memanggil. Ia berkata, “Pulanglah kau. Jangan ganggu para mayit yang ada di tempat ini dengan bau tubuhmu.”
Karena ia berada dalam keadaan junub dan belum bersuci, ruh santri itu memancarkan bau yang busuk. Seperti halnya dengan wujud, ruh kita akan memiliki wewangian yang harumnya sesuai dengan perilaku kita di dunia. Ruh orang yang salih akan menyebarkan wangi yang semerbak sementara ruh ahli maksiat akan berbau lebih busuk dari bangkai.
Orang yang berkepribadian anjing, secara ruhaniah wujudnya pun akan berbentuk anjing. Di alam malakut, mereka yang kerjanya hanya menumpuk kekayaan dan mencari kesenangan jasmani, tanpa pernah memikirkan bekal untuk kembali ke hadapan Allah swt, akan berpenampilan seperti anjing.
Seorang ulama yang kerjanya hanya mencari kekayaan dan mencari kenikmatan sensual juga termasuk mereka yang berkepribadian anjing. Setiap khutbah dan doa yang ia sampaikan semuanya dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan pribadi.
Al-Quran berkata: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. Dia diikuti setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau kami menghendaki , sesungguhnya kami tinggikan (derajat)-nya dengan ayat-ayat itu. Tetapi dia cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah. Perumpamaan mereka seperti anjingjika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. Al-A’raf; 175-176)
Kepribadian yang lain adalah kepribadian keledai; nafsul himâriyyah. Ciri dari keledai adalah hidup untuk bekerja keras. Bila ia diberi makan yang banyak, kerjanya pun akan semakin keras. Namun jika makanannya kurang, kerjanya pun menjadi malas.
Keledai adalah binatang yang materialistis. Perempuan yang materialistis pun seperti itu, bila ia diberi uang yang banyak, cintanya bertambah. Namun jika uangnya sedikit, cintanya pun berkurang. Ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang.
Orang yang berkepribadian keledai akan bekerja keras sesuai dengan uang yang ia terima. Bila ia tak diberi honor, ia tak mau bekerja. Seorang guru yang berkepribadian keledai, misalnya, takkan mau mengajar muridnya bila ia tak mendapat bayaran.
Ibnu Qayyim menulis; jika keledai ditambah makanannya, bertambah pula kerja kerasnya. Keledai adalah binatang yang senang membisu, jarang berbicara, dan pikirannya paling pendek.
Al-Quran menyebut keledai sebagai makhluk yang memiliki suara paling buruk; Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (QS. Lukman; 19)
Dalam kitab Matsnawi, Jalaluddin Rumi menafsirkan ayat ini dengan sebuah cerita. Alkisah, ketika Allah swt menciptakan seluruh makhluk, Dia lalu meniupkan ruh ke tubuh-tubuh mereka.
Setelah itu, setiap makhluk mengeluarkan suara tasbih, memuji Tuhan yang telah menghidupkan mereka, kecuali satu makhluk; keledai. Ia hanya membisu. Tetapi ketika para makhluk lain terdiam, tiba-tiba terdengar keledai berteriak dengan suara yang nyaring. Rupanya ia lapar dan ingin memperoleh makanan
Orang yang berkepribadian keledai jarang berbicara. Ia baru mengeluarkan pendapat ketika kepentingan perutnya terancam. Ia baru bersuara untuk urusan pribadinya sementara untuk urusan orang banyak, ia takkan membuka mulutnya.
Sekiranya orang yang berkepribadian keledai ini mencari ilmu, ia akan mencari ilmu untuk kepentingan perutnya. Allah swt berfirman: Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya, adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk bagi mereka yang zalim. (QS. Al-Jumu’ah; 5)  Orang yang mempelajari kitab-kitab agama namun tak mengamalkannya ialah seperti keledai yang memikul kitab.
Keledai adalah makhluk bodoh yang jarang bicara kecuali ketika kepentingannya terganggu. Hidupnya hanya untuk mengejar makanan. Ia tak pernah berpikir untuk meningkatkan kehidupannya ke derajat yang lebih tinggi. Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, menulis: “Jangan jadikan hidupmu seperti keledai yang memutar mesin penggilingan.”
Di negeri-negeri Timur Tengah, keledai sering ditugaskan untuk menggerakkan mesin penggiling gandum. Tubuh keledai diikatkan ke sebuah kayu. Bila keledai itu bergerak, maka kayu itu pun berputar menggilas butiran-butiran gandum.
Supaya keledai itu tetap bergerak memutar, di hadapannya diikat makanan. Karena keledai dan makanan itu diikat pada sebuah kayu yang sama, mulut keledai itu takkan pernah bisa meraih makanan. Bila ia bergerak ke depan, makanan itu pun akan ikut bergerak. Dan keledai itu pun terus menerus berputar mengejar makanan yang tak pernah ia dapatkan.
Manusia pun seperti itu. Setiap hari kita berputar mengejar makanan. Di awal bulan, ketika kita menerima gaji, barulah kita berhenti. Namun segera setelah itu, kita kembali mengejar-ngejar makanan. Kita tak pernah bergerak dari lingkaran yang sama.
Kepribadian yang lainnya adalah kepribadian binatang buas, nafsul sab’iyyah. Menurut Ibnu Qayyim, manusia dalam golongan ini hanya bertujuan satu hal saja dalam hidupnya; yaitu memusuhi orang yang lain.
Cita-citanya baru tercapai setelah ia berhasil mengalahkan lawan-lawannya. Ia mudah bermusuhan dengan orang lain. Ia menganggap orang lain sebagai pesaing yang harus ia tundukkan. Inilah kepribadian manusia kapitalis, yang berusaha mengalahkan orang lain dengan cara apa pun. Stephen Covey menyebut orang-orang seperti ini sebagai mereka yang berkepribadian win-lose.
Ia tidak pernah menerapkan prinsip win-win. Contohnya adalah orang-orang yang berebut warisan lalu membawa perkara itu ke pengadilan. Mereka tak menerapkan prinsip win-win sehingga akhirnya mereka malah tak mendapatkan apa-apa. Masing-masing pada akhirnya akan menderita kerugian
Orang yang berkepribadian binatang buas akan selalu memusuhi serta menyimpan dendam dan kemarahan bagi orang di sekelilingnya. Ia melihat dunia sebagai tempat yang dipenuhi oleh orang-orang yang akan menjatuhkannya. Maka sebelum ia dijatuhkan, ia harus terlebih dahulu menjatuhkan mereka. Ia menemukan musuhnya di kantor, masjid, dan di rumahnya sendiri.
Saya pernah membaca sebuah buku yang menceritakan tiga emosi yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit di tubuh kita, yaitu kesedihan, kecemasan, dan kemarahan. Di antara tiga emosi itu, yang paling merusak tubuh kita adalah kemarahan.
Kemarahan yang dipendam akan mengakibatkan kerusakan pada jantung. Berbagai penyakit lain pun akan timbul.  Kebiasaan untuk marah dan bermusuhan kepada orang lain akan menghancurkan tubuh kita. Untuk menghilangkan kebiasaan marah, kita harus belajar memaafkan orang lain.
Kita harus mencoba untuk melihat orang lain tidak sebagai musuh, melainkan sebagai sahabat yang tidak sempurna, yang selalu memiliki kekurangan. Karena itu, bersiaplah untuk menerima apa pun yang datang dari orang yang tidak sempurna itu. Terimalah dengan perasaan maaf karena hanya rasa maaflah yang mampu menghilangkan kemarahan.
Orang-orang yang berjiwa binatang buas akan selalu hidup menderita. Ia hanya bahagia bila ia telah sanggup mengalahkan musuhnya. Tapi ketika seorang musuh ia tundukkan, muncul lagi beberapa musuh yang lain. Dan begitulah seterusnya.
Kepribadian lainnya adalah kepribadian yang disebut Ibnu Qayyim sebagai kepribadian tikus, nafsul fa’riyyah. Orang ini rusak dalam dirinya dan merusak orang lain di sekitarnya. Sifatnya buruk dan ia berusaha untuk membuat lingkungannya pun menjadi buruk.
Tikus itu kotor dan mengotori tempat di sekitarnya. Orang yang berjiwa tikus akan mengajak orang lain untuk rusak bersama dirinya. Bila ia telah kecanduan narkoba, ia akan mengajak teman-temannya untuk bergabung bersama dirinya.
Itulah sebagian dari kepribadian binatang yang diuraikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah dalam kitabnya, Madârijus Sâlikîn. Marilah kita berlindung kepada Allah swt dari hal-hal seperti itu dan berusaha untuk meninggalkan sifat-sifat kebinatangan kita, sehingga seperti nasihat Ali Syariati kepada para putranya, kita berhasil menjadi manusia.




No comments:

Post a Comment